Mengamati Diri, Memindai Masa Depan

0
97

Ketika kita membicarakan pendidikan masa depan, apa yang kamu bayangkan? Kelas-kelas yang didukung dengan fasilitas teknologi canggih? Konten-konten pembelajaran dengan ilmu global dan berbahasa internasional? Atau justru, kamu membayangkan murid-murid di masa depan? Bagaimana pola pikir dan laku mereka? Apa saja tantangan yang akan mereka hadapi? Seperti apa ekosistem mereka belajar?

Apapun yang kita bayangkan, bisa jadi benar. Tapi pertanyaan yang paling penting untuk kita tanyakan, bagaimana kita mempersiapkan diri untuk pendidikan masa depan? Kata kuncinya adalah: DIRI. Kesadaran kita untuk melihat dan memahami ke “dalam” lebih dalam sebelum bertransformasi.

Dalam buku “Theory U: Leading from the Future as It Emerges” oleh Otto Scharmer, ada sebuah model pemikiran dari Brian Arthur, seorang Economist, untuk membantu kita memahami proses transformasi diri maupun organisasi. Model ini dapat pula dipakai dalam konteks pendidikan.

Observasi. Proses mengamati, mendengar, dan merasakan ke dalam diri untuk menemukan dan membangkitkan potensi terbaik kita. Semakin lihai kita dalam mengobservasi diri, semakin peka juga kita pada sekitar, terutama dalam memahami murid-murid kita. Contoh paling mudah untuk melatih keterampilan observasi adalah mengamati emosi yang hadir. Saat marah pada murid misalnya. Apakah ada emosi lain yang lebih dalam seperti kekecewaan karena punya ekspektasi yang tidak sesuai realita? Seperti apa rasanya? Apa yang saya lihat dari murid tersebut yang memancing kemarahan saya? Apa yang tidak saya lihat? Keterampilan ini merupakan kunci dari proses transformasi.

Refleksi. Mengendapkan dan merenungkan temuan dari proses observasi tadi. Apakah ada keyakinan dan pandangan yang saya miliki yang menghambat proses memahami diri juga anak murid? Apa saja asumsi yang saya sadari? Bagaimana saya mengubah paradigma lama agar bisa melihat potensi yang selama ini tak saya sadari? Pertanyaan-pertanyaan refleksi ini bisa kita tanyakan pada diri sebelum kita bereaksi dan merespon suatu tindakan. Proses pengendapan dan perenungan ini seringkali memunculkan kesadaran baru terkait apa yang selama ini terpendam dalam diri.

Aksi. Setelah proses observasi dan refleksi, langkah terakhir adalah tindakan spontan dalam mencoba dan menyempurnakan pendekatan baru untuk melakukan transformasi. Dalam prosesnya, kita akan dihadapkan pada ketidakpastian, ambiguitas tinggi, dan rentan gagal. Maka dari itu, butuh keterbukaan untuk merangkul berbagai kemungkinan yang tak terpikirkan sebelumnya dan terus mencoba hal-hal yang mustahil. Tentunya, hal ini tidak akan bisa terlaksana tanpa proses mengamati diri dan keberanian mempertanyakan apakah asumsi yang saya miliki selama ini masih relevan untuk menghadapi tantangan pendidikan masa depan?

Mengutip kata-kata seorang penulis bernama Shane Parrish: